Senin, Juni 21

Posted by Roemie | File under : ,
Jauh sebelum Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa, sebenarnya sudah ada masyarakat Islam di daerah-daerah pantai utara. Termasuk di desa Leran. Hal itu bisa dibuktikan dengan adanya makam seorang wanita bernama Fatimah Binti Maimun yang meninggal pada tahun 475 Hijriyyah atau pada tahun 1082 M.
Bahkan pada tahun 99 H, Sri Maharaja Serindrawarman dari kerajaan Sriwijaya di Sumatra telah masuk Islam. Kemudian pada abad pertama Hijriyyah, menurut K.H. Sirajuddin Abbas, di Pulau Jawa sudah ada seorang raja yang masuk agama Islam yaitu Ratu Sima.
Menurut dokumen disebut Ratu Simon. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa Ratu Sima adalah penguasa kerajaan Kalingga di Jepara Jawa Timur (mungkin dahulu wilayah Jawa Timur, tetapi sekarang kota Jepara adalah daerah Jawa Tengah).
Seorang Khalifah Bani Umaiyah, pengganti Khalifah Sulaiman Bin Abdul Malik, yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berkuasa dari tahun 99 – 101 H, pernah berkorespondensi dengan Maharaja Jambi (Sriwijaya) dan Ratu Sima tersebut. Kumpulan dari surat-surat itu masih tersimpan baik di Musium Granada Spanyol sampai sekarang.
Jadi, sebelum jaman Wali Songo, Islam sudah ada di Pulau Jawa yaitu daerah Jepara dan Leran. Tetapi Islam pada masa itu belum berkembang secara besar-besaran.
Maulana Malik Ibrahim diperkirakan datang ke Gresik tahun 1404 M. Beliau berdakwah di Gresik hingga akhir wafatnya yaitu pada tahun 1419.
Pada masa itu kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur adalah Majapahit. Raja dan rakyatnya kebanyakan masih beragama Hindu atau Budha. Sebagaian rakyat Gresik sudah ada yang beragama Islam tetapi masih banyak yang beragama Hindu. Atau bahkan tidak beragama sama sekali.
Dalam berdakwah Maulana Malik Ibrahim menggunakan cara yang bijaksana dan strategi yang tepat berdasarkan ajaran Al-Qurán yaitu :
“Hendaknya engkau ajak kejalan Tuhanmu dengan hikmah (kebijaksanaan) dan dengan petunjuk-petuhjuk yang baik serta ajakan mereka berdialoq (bertukar pikiran) dengan cara yang sebaik-baiknya. (QS An Nahl 125).
Ada yang menyebutkan bahwa beliau berasal dari Turki. Dan pernah mengembara di Gujarat sehingga beliau cukup berpengalaman menghadapi orang-orang Hindu di Pulau Jawa. Gujarat adalah wilayah negeri Hindia yang kebanyakan penduduknya beragama Hindu.
Di Jawa, Maulana Malik Ibrahim bukan hanya berhadapan dengan masyarakat Hindu, melainkan juga harus bersabar terhadap mereka yang tak beragama maupun mereka yang terlanjur mengikuti aliran sesat, juga meluruskan imam dari orang-orang Islam yang bercampur dengan kegiatan Musyrik. Caranya : Beliau tidak langsung menentang kepercayaan mereka yang salah itu melainkan mendekati mereka dengan penuh hikmah, beliau tunjukkan keindahan dan ketinggian akhlak Islami sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW.
Dari huruf-huruf Arab yang terdapat di batu nisannya dapat diketahui bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah si Kakek Bantal, penolong fakir miskin, yang dihormati para pangeran dan para sultan ahli tata negara yang ulung, hal itu menunjukkan betapa hebat perjuangan beliau terhadap masyarakat, bukan hanya pada kalangan atas melainkan juga pada golongan rakyat bawah yaitu kaum fakir miskin.
Ayat-ayat Al-Qurán yang tertulis di batu nisannya terdiri dari :
Surat Al-Baqarah ayat 255, terjemahannya :
“Allah, tidak ada Tuhan malainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi (ilmu dan kekuasaan) Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya. Dan Allah Mahatinggi dan Mahabesar.”
Surat Ali Imran ayat 185, terjemahannya :
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu, barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sesungguhnya ia beruntung. Kehidupan di dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Surat Ar-Rahman ayat 25, 27, terjemahannya :
“Semua yang di bumi akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”
Surat At-Taubah ayat 21, 22, terjemahannya :
“Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari pada-Nya, keridhaan dan surga. Mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.”
Selanjutnya tertulis data siapa yang dimakamkan di kuburan itu. “Inilah makam Almarhum Almaghfur, yang berharap rahmat Tuhan, kebanggaan para Pangeran, sendiri Sultan dan para Menteri, penolong para fakir dan miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan Rahmat-Nya dan keridhaan-Nya, dan dimasukkan ke dalam surga. Telah wafat pada hari senin 12 Rabiul Awwal tahun 822 H.”
Menurut literatur yang ada, beliau juga ahli pertanian dan ahli pengobatan. Sejak beliau berada di Gresik hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam. Dan orang-orang sakit banyak yang di sembuhkannya dengan daun-daunan tertentu.
Sifatnya lemah lembut, welas asih dan ramah tamah kepada semua orang, baik sesama muslim atau dengan non muslim membuatnya terkenal sebagai tokoh masyarakat yang disegani dan dihormati. Kepribadiannya yang baik itulah yang menarik hati penduduk setempat sehingga mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka rela dam menjadi pengikut beliau yang setia.
Sebagai misal, bila beliau menghadapi rakyat jelata yang pengetahuannya masih awam sekali, beliau tidak menerangkan Islam secara njelimet. Kaum bawah tersebut dibimbing untuk bisa mengolah tanah agar sawah dan ladang mereka dapat dipanen lebih banyak lagi, sesudah itu mereka dianjurkan bersyukur kepada Yang Memberikan Rezeki, yaitu Allah SWT.
Dikalangan rakyat jelata Syekh Maulana Malik Ibrahim sangat terkenal, terutama dari kalangan kasta rendah. Sebagaimana diketahui agama Hindu membagi masyarakat menjadi empat kasta; kasta Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut kasta Sudra adalah yang paling rendah dan sering ditindas oleh kasta-kasta yang jauh lebih tinggi. Maka ketika Syekh Maulana Malik Ibrahim menerangkan kedudukan seorang di dalam Islam, orang-orang Sudra dan Waisya banyak yang tertarik, Syekh Maulana Malik Ibrahim menjelaskan bahwa dalam agama Islam semua manusia sama sederajat. Orang sudra boleh saja bergaul dengan kalangan yang lebih atas, tidak dibeda-bedakan. Di hadapan Allah semua manusia adalah sama, yang paling mulia di antara mereka hanyalah yang paling taqwa kepada-Nya.
Taqwa itu letaknya di hati, hati yang mengendalikan segala gerak kehidupan manusia untuk berusaha sekuat-kuatnya mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Dengan taqwa itulah manusia akan hidup berbahagia di dunia hingga di akhirat kelak, orang yang bertaqwa, sekalipun dia dari kasta Sudra bisa jadi lebih mulia dari pada mereka yang berkasta Ksatria dan Brahmana.
Mendengar keterangan ini, mereka yang berasal dari kasta Sudra dan Waisya merasa lega, mereka merasa dibela dan dikembalikan haknya sebagai manusia utuh sehingga wajarlah bila mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka cita. Setelah pengikutnya semakin banyak, beliau kemudian mendirikan masjid untuk beribadah bersama-sama dan mengaji. Dalam membangun masjid ini beliau mendapat bantuan yang tidak sedikit dari Raja Carmain.
Dan untuk mempersiapkan kader ummat yang nantinya dapat meneruskan perjuangan menyebarkan Islam ke seluruh Tanah Jawa yang seluruh Nusantara maka beliau kemudian mendirikan pesantren yang merupakan perguruan Islam. Tempat mendidik dan
menggembleng para santri sebagai calon mubaligh. Pendirian Pesantren yang pertama kali di Nusantara itu diilhami oleh kebiasaan masyarakat Hindu yaitu para Biksu dan pendeta Brahmana yang mendidik cantrik dan calon pemimpin agama di mandala-mandala mereka.
Inilah salah satu strategi para wali yang cukup jitu; orang Budha dan Hindu yang mendirikan mandala-mandala untuk mendidik kader tidak dimusuhi secara frontal, melainkan beliau-beliau itu mendirikan bentuk Pesantren yang mirip mandala-mandala milik kelompok Hindu dan Budha tersebut untuk menjaring ummat. Dan ternyata hasilnya sungguh memuaskan, dari pesantren Gresik kemudian muncul para mubaligh yang menyebar ke seluruh Nusantara.
Tradisi Pesantren tersebut berlangsung hingga di jaman sekarang. Dimana para ulama menggodok calon Mubaligh di pesantren yang diasuhnya.
Bila orang bertanya sesuatu masalah agama kepada beliau maka beliau tidak menjawab dengan berbelit-belit melainkan di jawabnya dengan mudah dan gamblang sesuai dengan pesan Nabi yang menganjurkan agama disiarkan dengan mudah, tidak dipersulit, ummat harus dibuat gembira, tidak ditakut-takuti.
Seperti tersebut dalam buku History of Java karangan Sir Stamford Raffles; pada suatu hari Syekh Maulana Malik Ibrahim ditanya : “Apakah yang dinamakan Allah itu ?”
Beliau tidak menjawab bahwa Allah itu adalah Tuhan yang memberi pahala sorga hamba-Nya yang berbakti dan menyiksa sepedih-pedihnya bagi hamba yang membangkang kepada-Nya.”
Jawabnya cukup singkat dan jelas yaitu, “Allah adalah Zat yang diperlukan adaNya.”
Dua tahun sudah Syekh Maulana Malik Ibrahim berdakwah di Gresik, beliau tidak hanya membimbing ummat untuk mengenal dan mendalami agama Islam saja, melainkan juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat Gresik menjadi lebih baik. Beliau pula yang mempunyai gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian penduduk. Dengan adanya sistim pengairan yang baik ini lahan pertanian menjadi subur dan hasil panen bertambah banyak, para petani menjadi makmur dan mereka dapat mengerjakan ibadah dengan tenang.
Andai kata Syekh Maulana Malik Ibrahim tidak ikut membenahi dan meningkatkan taraf hidup rakyat Gresik tentulah mereka sukar diajak beribadah dengan baik dan tenang. Sebagaimana sabda nabi bahwa kafakiran menjurus pada kekafiran. Bagaimana mungkin bisa beribadah dengan tenang jika sehari-hari disibukkan dengan urusan sesuap nasi. Inilah resep yang harus ditiru.

TAMU DARI NEGERI CERMAIN
Ada ganjalan di hati Syekh Maulana Malik Ibrahim, dia telah berhasil mengislamkan sebagaian besar rakyat Gresik adalah bagian dari wilayah Majapahit. Kalau seluruh rakyat sudah memeluk Islam sementara Raja Brawijaya penguasa Majapahit masih beragama Hindu apakah di belakang hari tidak timbul ketegangan antara rakyat dengan rajanya.
Untuk menghindari hal itu maka Syekh Maulana Malik Ibrahim mempunyai rencana mengajak Raja Brawijaya untuk masuk agama Islam.
Hal itu diutarakan kepada sahabatnya yaitu Raja Cermain. Ternyata Raja Cermain juga mempunyai maksud serupa. Sudah lama Raja Cermain ingin mengajak Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Pada tahun 1321 M. Raja Cermain datang ke Gresik disertai putrinya yang cantik rupawan. Putri Raja Cermain itu bernama Dewi Sari, tujuannya dalam misi tersebut adalah untuk memberikan bimbingan kepada para putri istana Majapahit mengenal agama Islam.
Bersama Syekh Maulana Malik Ibrahim rombongan dari negeri Cermain itu menghadap Prabu Brawijaya. Usaha mereka ternyata gagal. Prabu Brawijaya bersikeras mempertahankan agama lama dengan ucapan yang diplomatis. Bahwa dia bersedia masuk Islam bila Dewi Sari bersedia dipersuntingnya sebagai istri. Dewi Sari menolak. Tidak ada gunanya masuk Islam bila ditunggangi dengan kepentingan duniawi. Beragama seperti itu hanya hanya akan merusak keagungan agama Islam.
Rombongan dari negeri Cermain lalu kembali ke Gresik. Mereka beristirahat di Leran sembari menunggu selesainya perbaikan kapal untuk berlayar pulang. Sungguh sayang sekali, selama beristirahat di Leran itu banyak anggota rombongan dari negeri Cermain yang diserang wabah penyakit. Banyak diantara mereka yang tewas, termasuk Dewi Sari.
Kabar kematiannya Dewi Sari terdengar ke telinga Prabu Brawijaya. Raja yang memang tertarik dan merasa jatuh cinta kepada Dewi Sari itu kemudian menyempatkan diri beserta ponggawa kerajaan ke desa Leran. Brawijaya sang raja Majapahit itu memerintahkan kepada para ponggawa kerajaan untuk menggali kubur dan memakamkan Dewi Sari dengan upacara kebesaran. Di desa Leran itulah Dewi Sari dikuburkan.
Setelah rombongan dari negeri Cermain meninggalkan pantai Leran maka Prabu Brawijaya menyerahkan seluruh daerah Gresik kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk diperintah sendiri di bawah kedaulatan Majapahit. Penyerahan daerah itu adalah siasat dari sang Raja agar rakyat Gresik yang beragama Islam itu tidak memberontak kepada rajanya yang masih beragama Hindu.
Amanat raja Majapahit itu diterima Syekh Maulana Malik Ibrahim denga suka rela. Sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan perdamaian walaupun dengan kafir zimmi yaitu orang-orang bukan muslim yang mau hidup berdampingan dengan aman dalam satu negara.
Demikianlah sekilas tentang Syekh Maulana Malik Ibrahim, seorang Wali yang dianggap sebagai ayah dari Wali Sanga. Beliau wafat di Gresik pada tahun 882 H atau 1419M.

0 komentar:

Posting Komentar